Jumat, 23 Desember 2011

Tamu Liber-All

Pagi itu masih terasa suram, tak kunjung ku dapatkan ikhtiar untuk membangun keluarga yang baru kubentuk ini,, tiba-tiba saja aku kedatangan tamu yang sudah berada di ruang dalam rumahku. Ketika kami mulai bicara, ia sudah tahu hampir semua hal tentang pribadiku, keluargaku, seluk beluk rumahku, kebun, kolam di belakang, juga apa yang ada di bawah kakiku, bahkan ia seperti tahu persis setiap kata batinku yang tak terucapkan.
Dengarlah lisannya, “di bawah kaki kau berpijak ini terdapat barang yang amat berharga tetapi karena engkau dan para dukunmu tak mampu dan tak punya biaya untuk menggalinya sendiri, maka sebaiknya akulah yang mengerjakan, Cuma ada beberapa syarat…”
Aku menganggukkan kepala, karena memang merasa tidak mampu mengambil barang yang dia bicarakan. Kusetujui semua persyaratannya, kupikir inilah ikhtiar terbaik untuk mulai membangun keluargaku yang baru sekaligus membuktikan isi kekayaan rumahku yang sesungguhnya, perkara nanti anggota keluargaku ada yang sewot biarlah kekuasaanku yang bertindak.
Soalnya tergiur betul aku rasanya, birahiku ikutan berkilau, dan lagi aku akan memperoleh keuntungan khusus dari pekerjaan ini. Entahlah kenapa ingin kusembah tamuku yang mulia. Tapi tak usahlah begitu, aku toh punya sesembahan sendiri, cukup kiranya aku menghormati dia sekadarnya. Aku toh sudah mendapatkan kemajuan ilmu pengetahuan darinya, tentang bagaimana meningkatkan taraf hidup dan menentukan kebutuhan bagi hari depan yang lebih cerah. Lebih dari itu, lihatlah, rambutku sudah kupotong persis  seperti rambutnya, pakaianku yang dulu cukup rumit telah kubikin sama seperti pakaiannya. Dan entah bagaimana, kau pun tahu kalau aku telah bergerak dan berkelakuan sama seperti pribadi tamuku, kubangun rumahku seperti anjurannya. Hsrat dan pemikiranku hampir identik dengan kepunyaan tamuku.
Lihatlah juga bahwa ia telah berhasil menggali barang-barang berharga itu, yang ternyata mampu digunakan untuk membikin benda apa saja yang kokoh dan berdenting. Kurasa keluargaku diuntungkan meskipun hanya jadi tukang pacul dan berjaga disekitar galian. Gali menggali tadi tak mungkin dilakukan tanpa kemampuan tamuku itu berserta modal yang dibawanya.

Dia bawa pulang sebagian besarnya..
Tak apa, aku ini peramah dan penyabar. Ada satu dua anggota keluargaku yang memperingatkan agar aku lebih memperhitungkan jangka panjang untung ruginya. Aku terseanyum, karena ia hanya cengeng dan segera terdiamketika kuingatkan bahwa pendapatnya itu bisa menjauhkan keuntungan khusus dari tamuku baginya. Dia terdiam ketika kutanya, jika kupertimbangkan jangka panjang apakah kau bisa jamin bahwa keponakan yang menggantikan kita besok bakal melanjutkan? Biarlah kita hragai kesempatan ini sebab esok pagi setiap orang akan mengenang bangunan megah yang pernah ku buat.
Ada juga seorang lain bertamu ke dalam diriku dan mengatakan, “Engkau tertidur dalam bangunanmu, engkau membangun dunia yang akan jadi semu oleh kurun waktu.”
Namun siapapun tahu, kta-kata itu tolol dan sia-sia.
Kini dalam tidur abadi aku hanya mampu menyesali namun senyumku sedikit terukir saat kusaksikan para keponakanku mulai berusaha memperbaiki ketololan dan kesemuan yang telah kubangun tanpa kusadari.


-pramuditya.kurniawan-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar