Rabu, 04 Januari 2012

Survey Ketonggeng


Saat ini makin tak jelas yang mana, apa dan siapa ketonggeng. Ini gara-gara ia terlalu banyak disebut-sebut. Mula-mula, seperti binatang lainnya, nama ketonggeng dihafal sejak di sekolah TK. Dideklamasikan, ditulis di setiap buku, dipasang di dinding kelas, bahkan akhirnya ada mata pelajaran khusus mengenai ketonggeng. Sedemikian rupa sehingga menggeser kedudukan binatang besar seperti kambing, lembu bahkan unta. Di luar sekolah, nama ketonggeng bukan main harum dan terkenal. Tak hanya karena dipasang di spanduk atau papan poster di sepanjang jalan, tapi juga berkat namanya dikutip-kutip terus dalam pidato siapa pun. Dari pidato-pidato pekan olahraga, peresmian pabrik tas kulit ular sampai khotbah di masjid dan gereja. Tajuk rencana koran pun rajin menulis ketonggeng. Diumumkan suatu undang-undang perlindungan ketonggeng, yang pendeknya siapa saja melawan ketonggeng bakal menemui kehancurannya sendiri. Para politisi, sosiolog, anthropolog, ahli kimia, sarjana anggrek, doktor sikat gigi sampai alim ulama, tak ada yang ketinggalan menyitir ketonggeng. Ia bahkan menjadi tema drama, dilukis dan dibikin syair lagu yang manis tapi gagah. Ketonggeng menggema di seantero negeri. Meskipun ia asli desa tapi sekaMng ada Ketonggeng Masuk Desa. Ada sepakbola ketonggeng, ayam goreng ketonggeng, padi ketonggeng, alhasil apa saja manunggal dengan ketonggeng. Puncak dari kesemarakan ini hlah penobatan seorang Tuan Ketonggeng Nasional. Cuma lantas ada risiko. Menjadi kabur apakah ketonggeng itu binatang atau tumbuh-tumbuhan ataukah sejenis unsur kimh. Sebab segala sesuatu kini mengidentifikasi diri ke ketonggeng, meskipun memang belum ada RUU Perkawinan ketonggeng atau hukum zina ketonggeng. Karena itu disepakati untuk menyelenggaMkan seminar ketonggeng yang mempertemukan semua ahli. Bisa dipastikan seminar ini tidak saja ramai, tapi juga tinggi mutunya, lebih tinggi dari Gunung Calunggung. Ada sedikit keributan kecil, sebab temyata ketonggeng itu sendiri tidak diundang. Tapi dengan gampang hal itu dibereskan. Cuma yang menjadi puncak acara ialah kenyataan bahwa para ahli itu tak seorang pun yang tahu apa sesungguhnya ketonggeng.

Seminar macet. 
Diputuskan untuk terlebih dulu mengadakan survei. didahului pra-survei, pra-pra-survei dan pra-pra-pra-survei. Baru kemudian Survei, re-survei re-re-survei dan re-re-re-survei. Tapi karena pada ahli itu kesibukannya bukan main bertumpuk, maka survei itu diwakilkan, dan oleh yang mewakili diwakilkan lagi, dan lagi. Namun itu tak penting, juga tak menarik berapa biayanya. Yang mengejutkan ialah kesimpulan survei bahwa yang namanya ketonggeng ternyata tak lain dari para ahli itu sendiri. Ini komedi, tapi juga tragedi. Sebab pada hakikatnya para ahli itu bukanlah ketonggeng. Cuma karena mereka terlampau concern terhadap ketonggeng, dengan bcribu alasan, maka perlahan-lahan mereka menjadi ketonggeno. Ini persis banyak jenis makhiuk lainnya yang juga berubah jadi ketonggeng. Ada yang keketonggengannya berkembang tanpa ia niati dan sadari. Ada yang karena terpaksa karena ini itu, apa boleh buat jadi ketonggeng saja. Ada lagi yang memang punya kecenderungan, jadi dengan mudah menJadi ketonggeng. Kategori yang terakhir ialah mereka yang terang-terangan menumbuhkan bakat keketonggengan. Yakni dengan sengaja menjadi ketonggeng, mengakomodasi dan bahkan menciptakan jaringan sistem model ketonggeng, bikin program ala ketonggeng, menyebarkan 'obat' ketonggeng serta melakukan 'eksplorasi' sistematis tipe ketonggeng. Pasukan ketonggeng pun menjadi begitu kuat, yang formal maupun non-formal. Seluruh negeri dikendalikan oleh eliteelite ketonggeng. Sumber dana tersedia dan diperebutkan. Kreativitas sandiwara ketonggeng sedemikian indah dan nyaring, terutama karena dipentaskan dengan retorika yang cerdas serta lewat media komunikasi yang bermacam bentuknya: suatu sound-system yang menguasai seluruh segi akustik gedung. Yang menyedihkan, atau mungkin malah menggembirakan, ialah kepergian ketonggeng asli yang tanpa pamit. Kabarnya mereka menghilang ke hutan, tempat asal usul mereka. Lenyapnya ketonggeng ini kurang begitu diperhatikan orang. Sebab mereka kini diam-diam sibuk bertanya dalam hati: Lho, saya ini ketonggeng apa bukan ya? Sekarang makin tak jelas yang mana, apa dan siapa ketonggeng....

3 komentar:

  1. Everyone takes surveys. Whoever makes a statement about human behavior has engaged in a survey of some sort :D

    BalasHapus