Sabtu, 05 Oktober 2013

xx

Jumat, 17 Mei 2013

B.L.O.G ??



Sering sebuah tulisan blog hanya dipandang sebagai potret statis dari himpunan pemikiran penulisnya yang –anggap saja- ideal. Bahkan sering pula digunakan hanya sebagai otak kedua untuk menyimpan sebagian proses-proses kehidupan yang dilalui oleh penulisnya. Blog dapat berhenti sebagai discourse pemerdekaan pemikiran seorang manusia, "direkayasa" untuk berposisi dan beroposisi sebagai perangkap yang menghentikan atau memperlambat perkembangan pemikiran. Dalam kumpulan kolom, sebu

ah blog juga berperan sebagai jalan pemerdekaan yang tidak perlu terlalu repot untuk menghujatnya.

Melalui media ini pula seorang individu dapat menari-nari dengan imajinya sendiri, sadar akan penalaran yang dimiliki. Bentuk kesadaran inilah yang sering kali ditemukan tersembunyi dalam setiap kronologi kehidupan yang dilaluinya, sebuah nasehat bagi yang membutuhkan nasehat. Tarian penalaran yang berusaha dibumikan oleh si penalar.
 
Menari dan merdeka dalam kata-kata, sebagaimana ingin memerdekakan pengertian-pengertian yang bisa jadi sulit dipahami oleh orang banyak. Berkelana dalam tema-tema yang beragam, seperti dinamika kemahasiswaan, lingkungan kerja, asmara, bahkan eksotisme rasa yang pernah singgah di lidah. Berkhotbah bagi dirinya sendiri dan segala bentuk tafsir hikayat yang membosankan. Semuanya itu disampaikan dalam bentuk tulisan pendek, kolom.

Kekuatan utama pada kolom adalah pada kemungkinan yang diberikannya untuk bermain dengan imajinasi, untuk bergurau dengan pengertian-pengertian. Jika mutu sebuah tulisan ilmiah harus diukur pada seberapa ketat dan konsisten dalam mengoperasikan konsep-konsep, maka pada kolom mutu itu dilihat pada seberapa mengejutkannya dalam menggedor sebuah impresi. Menemukan kebenaran relatif melalui analisis konsep dan permainan kata. Toh kita sudah familiar dengan para penulis kolom andal seperti Umar Kayam dan Goenawan Mohammad. Terkadang kekhilafan yang terlalu larut dan terbuai -dalam permainan ini membawa penulisnya berpetualang terlalu jauh, yang membuatnya meniadakan peran otak kedua dari menulis sekumpulan kolom.

Sebuah blog mungkin seperti seorang pelukis ekspresionis, penulisnya terkadang tergoda untuk melukis melampaui bibir-bibir kanvas. Bagi yang mampu menikmatinya, ini barangkali bisa menjadi keasyikan tersendiri, sebagai intermeso melupakan sejenak pemikiran yang terlanjur terkotak-kotak. Bagi yang tidak, hal ini hanyalah improvisasi seseorang yang sedang ekstase, karenanya tak begitu penting. Pemahaman maknanya dapat pula dilewatkan begitu saja tanpa mengurangi apresiasi terhadap keseluruhan isi blog.

Tentu saja ada resiko penggunaan kolom untuk menyampaikan discourse. Karena di dalamnya batas antara permainan dan kesungguhan amat kabur. Maka kolom sangat mudah disalah mengerti, dan lebih memancing pembaca untuk sekadar menikmatinya ketimbang mencoba memahaminya dengan baik. Dalam hal ini kolom gampang dianggap sekedar hiburan dan kolomnis dipandang sebagai seorang penghibur, bukan pemikir, parahnya ada yang menganggap sekedar seseorang yang sedang membagikan sampah untuk dikonsumsi secara terbuka. Beberapa kolom yang ada dalam sebuah blog agaknya sulit menghindari risiko demikian. Walau begitu, sebuah ketidakadilan yang besar jika, dalam menilai keseluruhan blog hanya bersandar pada sebagian kecil dari kolom-kolom tersebut.

Bagi orang yang mendemonstrasikan amarahnya, men-DO-kan diri dari ketidakcocokan sebuah ideologi, atau menolak kengerian pada rutinitas, barangkali kolom memang wacana yang tepat untuk melukiskan rasa dan karsanya. Keleluasaan yang diberikan oleh kolom bertemu dengan latar belakang penulisnya yang memuja versi lain dari kebebasan fana. Ada yang menggunakan pedang keilmuan, ada yang menggunakan pedang politik, bahkan seringkali ada yang mencampur keduanya. Namun tetaplah seorang penulis secara disadari maupun tidak, telah menempatkan dirinya sebagai salah seorang aktor terdepan yang memberikan kesaksian bagi kepedihan. Semua memiliki pedangnya masing-masing untuk memperoleh kemerdekaan menurut versinya masing-masing. Tetapi, saya tidak sedang membahas tentang kegunaan blog.

Sabtu, 15 September 2012

LOOK AT MY FUCKIN' BIKE !!!



...
And I to my motorcycle..
Parked like the soul of the junkyard..
Restored, a bicycle fleshed...










Kamis, 14 Juni 2012

Menanti Dering Ponsel


Jika aku tidak memikirkannya, mungkin ponsel ini akan berdering. Terkadang hal itu bisa terjadi. Kalau saja aku bisa memikirkan hal lain. Kalau saja aku bisa memikirkan hal lain… Oh, berderinglah. Kumohon.
Ini kali terakhir aku akan menatap jam di dinding. Aku takkan meliriknya lagi. Sekarang sudah pukul sepuluh malam lewat tujuh. Katanya dia akan menelepon pukul lima. “Aku akan meneleponmu pukul lima, sayang.” Kalau tidak salah dia ada menyebut kata ‘sayang’ dalam kalimat itu. Aku yakin dia mengatakannya. Aku yakin benar dia memanggilku dengan sebutan ‘sayang’ dua kali, dan yang satu lagi dia gunakan saat ia akan berangkat ke kantor. “Aku berangkat kerja, sayang.” Dia sedang sibuk dan tidak bisa bicara banyak di kantor, tapi ia memanggilku dengan sebutan ‘sayang’ dua kali. Pasti dia takkan keberatan kalau aku yang meneleponnya.
Aku tahu wanita tidak seharusnya meneror pria terus-terusan lewat telepon – aku tahu dia sangat tidak suka jika diteror seperti itu. Karena dengan begitu dia akan merasa bahwa aku memikirkannya dan menginginkannya dan hal itu bisa membuatnya muak terhadapku. Tapi sudah lima hari ini aku tidak berbicara dengannya. Tidak sedikit pun. Dan aku cuma ingin menanyakan kabarnya saja, kok. Siapa saja bisa melakukan hal itu. Tentunya dia tidak keberatan,kan? Aku tidak mengganggu kan? “Tentu saja tidak,” katanya. Lalu dia bilang dia akan meneleponku. Dia tidak perlu mengatakan itu. Aku juga tidak memintanya untuk mengatakan itu, Sungguh. Aku pikir mustahil dia berjanji meneleponku, lalu mengingkari janjinya sendiri tanpa sebab. Tolonglah, Tuhan. Jangan sampai dia mengingkari janjinya.

Dia memanggilku dengan sebutan ‘sayang’ dua kali. Itu hakku. Aku berhak mengingat itu, meski sementara waktu aku tidak bertemu dengannya. Oh, tapi itu tidak ada apa-apanya. Itu saja tidak cukup. Tidak ada yang akan pernah mencukupi kekosongan yang ada dalam dada jika aku tidak bertemu dengannya. Semoga aku bisa bertemu lagi dengannya, Tuhan. Tolonglah, aku sangat menginginkannya. Aku sungguh menginginkannya. Aku janji akan jadi orang baik-baik, Tuhan. Aku akan mencoba untuk jadi orang yang lebih baik, sungguh, kalau Kau mengijinkanku untuk bertemu lagi dengannya. Kalau Kau mengijinkannya untuk meneleponku.
Ah, jangan biarkan doaku terasa ringan dan tak berarti bagi-Mu, Tuhan. Engkau duduk di atas sana, dikelilingi oleh para malaikat dan bintang-bintang, jauh dari polusi kehidupan, dan aku justru datang kepada-Mu untuk mengadu tentang sebuah panggilan telepon. Ah, jangan tertawa, Tuhan. Kau tidak tahu seperti apa siksaan ini. Kau begitu nyaman di singgasana-Mu, di atas awan yang menggantung di atas langit biru. Tidak ada yang bisa menyentuh-Mu; tidak ada yang bisa meremas hati-Mu seperti ini. Inilah penderitaan, Tuhan. Penderitaan tiada tara. Sudikah Engkau membantuku? semoga ponselku berdering sekarang juga.
Aku harus berhenti melakukan ini. Aku tidak boleh bersikap seperti ini. Misalnya seorang pria berjanji untuk menelepon gadis pujaannya, lalu sesuatu hal terjadi yang mencegah pemuda itu untuk menepati janjinya. Terus kenapa? Tidak ada salahnya, kan? Hal yang sama mungkin terjadi di seluruh dunia pada saat ini. Tapi persetan!! Kenapa ponselku masih belum berdering? Dasar benda jelek tak berguna. Aku akan membantingmu sampai hancur.
Tidak, tidak,,. Aku harus berhenti. Aku harus berusaha memikirkan hal lain. Ini yang akan kulakukan. Aku akan memindahkan jam dinding ke dalam lemari agar aku tidak bisa melihatnya terus-terusan. Kalau aku harus melihatnya, maka aku harus masuk ke dalam lemari dan mungkin saja berujung ke negeri Narnia dan dengan begitu aku ada sedikit kegiatan. Mungkin dia akan meneleponku. Aku akan berbicara dengan lembut dan manis jika dia meneleponku. Kalau dia bilang dia tidak bisa bertemu denganku malam ini, aku akan berkata, “Oh, tidak apa, sayang. Tentu saja boleh.” Aku akan bersikap semanis saat pertama aku bertemu dengannya. Mungkin dengan begitu ia akan semakin menyukaiku. Gampang sekali rasanya bersikap manis sebelum aku jatuh cinta.
Tapi kurasa pasti dia selalu menyukaiku. Dia tidak mungkin memanggilku dengan sebutan ‘sayang’ dua kali di hari ini jika dia tidak menyukaiku sedikitpun. Kalau dia masih suka padaku, bahkan sedikit saja, maka aku masih punya harapan.
Apa Engkau menghukumku, Tuhan, atas kelakuanku yang buruk? Apa Engkau marah terhadapku karena kelakuanku? Tapi kan masih banyak orang di luar sana yang berperilaku buruk juga – Engkau tidak mungkin hanya marah terhadapku. Lagipula aku tidak mungkin bersikap terlalu buruk; tidak mungkin. Kami tidak merugikan siapa-siapa, Tuhan. Buruk tidaknya perbuatan manusia kan dinilai dari apakah perbuatan itu merugikan orang lain. Kami tidak merugikan seorang pun; Kau tahu itu. Kau tahu perbuatan kami tidak terlalu buruk kan, Tuhan? Bisakah Kau mendorongnya untuk meneleponku sekarang?
Bisa saja dia telat meneleponku – aku tidak perlu bertingkah berlebihan. Mungkin dia tidak akan meneleponku – dan langsung datang kemari tanpa meneleponku terlebih dahulu, seperti yang sudah-sudah. Dia pasti kesal kalau dia melihat mataku sembab habis menangis. Dia tidak pernah menangis dan marah di depanku. Aku berharap aku bisa membuatnya menangis dan mencakar lantai dan merasakan hatinya begitu besar dan berat dan membusuk dalam tubuhnya. Aku berharap aku bisa melukainya.
Dia tidak mengharapkan hal yang sama untukku. Aku rasa dia bahkan tidak sadar bagaimana perasaanku terhadapnya. Kuharap dia tahu perasaanku terhadapnya tanpa perlu kuumbar.
Mungkin itu yang sedang dia lakukan. Mungkin dia sedang menuju kemari tanpa meneleponku lebih dulu. Mungkin dia sedang dalam perjalanan. Semoga tidak ada sesuatu yang terjadi padanya, Aku tidak bisa membayangkannya. Aku tidak bisa membayangkan dia ditabrak dan terbaring di atas jalan dalam keadaan mati. Kuharap dia mati. Itu pengharapan yang sungguh menyedihkan. Itu pengharapan yang menyenangkan. Kalau dia mati, dia akan jadi milikku. Kalau dia mati, aku tidak perlu memikirkan saat ini atau beberapa minggu sebelum ini. Aku hanya akan mengingat saat-saat bahagia kami. Semuanya indah. Kuharap dia mati. Kuharap dia mati, mati, mati.
Konyol sekali. Betapa konyol mengharapkan dia mati hanya karena tidak meneleponku di saat telah janji untuk meneleponku. Mungkin jamku berdetak terlalu cepat; aku bahkan tidak tahu apakah jamku benar. Mungkin dia tidak terlambat sama sekali. Apa saja bisa membuatnya terlambat. Mungkin dia harus lembur di kantor. Mungkin dia pulang ke rumahnya dan akan meneleponku dari rumah. Mungkin dia tidak suka meneleponku di depan orang lain. Mungkin dia khawatir, sedikit saja, karena sudah membuatku menunggu. Atau dia mungkin berharap aku yang akan meneleponnya. Aku bisa melakukan itu. Aku bisa meneleponnya.
Tidak boleh, jangan sampai aku yang meneleponnya. Cegah aku supaya tidak melakukan itu. Aku tahu, Tuhan, seperti Kau juga tahu, bahwa jika dia khawatir terhadapku, maka dia pasti meneleponku di mana pun dia berada, meski ada orang banyak di hadapannya. Tolong sadarkan aku akan hal itu, Tuhan. Aku tidak meminta-Mu untuk memudahkan semuanya untukku. Biarkan aku tahu betapa besar perhatiannya padaku.
Tolong, Tuhan, jangan biarkan aku yang meneleponnya. Kumohon.
Lagipula apa masalahku sekarang? Ini masalah kecil, tidak perlu sampai terlalu meributkannya. Aku mungkin sudah salah mengartikan dia. Mungkin dia bilang aku harus meneleponnya kembali pada pukullima. “Telepon aku pukul lima, sayang.” Mungkin saja dia mengatakan hal itu dan aku tidak mendengarnya dengan baik. “Telepon aku pukul lima, sayang.” Aku nyaris yakin itu yang dia katakan tadi. Tuhan, jangan biarkan aku bicara pada diriku sendiri seperti ini. Sadarkan aku, Tuhan,
Aku akan memikirkan hal lain. Aku akan duduk tenang. Kalau aku bisa duduk tenang. Kalau aku bisa duduk tenang. Mungkin aku bisa membaca. Oh, semua buku menceritakan betapa besar cinta orang-orang terhadap satu sama lain – cinta suci dan tulus. Buat apa ditulis hal-hal seperti itu? Tidakkah mereka tahu hal itu tidak nyata? Tidakkah mereka tahu hal itu hanya murni dusta semata? Demi Tuhan! Buat apa bercerita tentang cinta jika hal itu hanya akan membuahkan sakit hati saja?
Aku tidak akan melakukan itu. Aku akan diam saja. Tidak ada yang perlu diributkan. Kenapa aku tidak bisa berlaku santai dan natural hanya karena aku mencintainya? Aku bisa berlaku santai dan natural. Sunggu, aku bisa. Aku akan meneleponnya dan dengan mudah berbicara dengannya.
Tuhan, apa Kau benar tidak sudi mendorongnya untuk meneleponku? TUHAN, tolonglah, semoga dia meneleponku sekarang. Tuhan, semoga dia meneleponku sekarang. Permintaanku tidak terlalu berlebihan, kan? Aku hanya minta hal yang sangat, sangat kecil dari-Mu. Semoga dia meneleponku sekarang. Tolonglah aku, Tuhan. Aku memohon kepada-Mu.

Kamis, 05 April 2012

THE INSANITY OF PLATO AND CRITO

Do not be angry with me for speaking the truth; no man will survive who genuinely opposes you or any other crowd and prevents the occurrence of many unjust and illegal happenings in the city. A man who really fights for justice must lead a private, not a public, life if he is to survive for even a short time. (Apology 31e-32a)
Inilah kata-kata Socrates, yang berbicara sebelum juri Athena dalam sidang yang akhirnya menakdirkan dia untuk bertemu kematian. Melalui karya-karya seperti Apology dan The Republic, kita bisa melihat ketidaksukaan Plato tentang konsep demokrasi. Mengapa ia menganggap demokrasi menjadi begitu cacat? Mari kita lihat melalui mata sendiri. melihat apa yang menjadi kritik individualnya, dan menentukan apakah konsep dari demokrasi memang memiliki beberapa cacat sebagaimana yang dia percayai bahwa hal itu memang terjadi.

Salah satu definisi kontemporer demokrasi saat ini adalah "Pemerintah oleh rakyat, yang dilakukan baik secara langsung atau melalui perwakilan yang dipilih; Peraturan/pengaturan oleh si mayoritas". Demokrasi sebagai bentuk pemerintahan adalah ide yang radikal ketika diwujudkan; di awal sejarah dunia, banyak pemerintahan yang totaliter atau berkuasanya sebuah tirani, hal ini karena ada keyakinan yang menyeluruh dan mendasar bahwa yang kuat berkuasa atas yang lemah. 

Meskipun orang-orang Yunani menciptakan kata "demokrasi" - kata-kata demos "orang" dan kratos "aturan" yang secara harfiah adalah "pemerintahan oleh rakyat" – bahkan ada spekulasi bahwa bangsa Sumeria dan India berhasil melakukan metode pemerintahan demokratis pertama. Namun bukan sejarah demokrasi yang coba saya tuliskan melainkan fokus pada kritik Plato terhadap demokrasi, khususnya dalam hal model Athena dan tulisan-tulisannya dalam dialog Socrates.

Jadi demokrasi adalah sistem pemerintahan dimana rakyat memilih pemimpin mereka, dalam kasus Athena, kurang lebih yang terjadi adalah demokrasi langsung di mana semua warga negara laki-laki memberikan suara dalam sebuah persidangan akbar dan diputuskan oleh kekuasaan mayoritas (adanya kuotasi jabatan). Mengapa hal ini menjadi sesuatu yang buruk? Apakah ini lebih baik dari kediktatoran atau oligarki, di mana terdapat satu orang dari sekelompok kecil elit yang memiliki kekuasaan atas kesemuanya? Apakah sebuah pemerintahan yang keputusannya dibuat oleh sekelompok perwakilan orang merupakan sesuatu yang layak kritik? karena memanglah benar untuk mengatakan bahwa Plato memang memiliki beberapa masalah dengan demokrasi, khususnya yang berkaitan dengan model Athena.

Menggunakan analoginya sendiri, Sokrates mengatakan bahwa seorang publik speaker/ahli pidato akan lebih mampu membujuk sekerumunan orang awam tentang masalah kesehatan daripada dokter. Meskipun hal ini kelihatannya sepele tapi sejarah mengungkapkan kebenaran mengerikan di balik kata-kata ini; sepanjang sejarah dunia, banyak sekali orang telah tertipu dan terpedaya oleh pembicara terampil, ahli retorika. Hal Ini seperti yang Friedrich Nietzsche katakan bahwa “Insanity in individuals is something rare - but in groups, parties, nations and epochs, it is the rule.” Bahkan sampai sekarang pun kita sering menyaksikan adanya orang-orang yang membuat kebijakan di suatu bidang yang tidak dia kuasai. Meskipun ini mungkin tampak bertentangan dan justru meremehkan ketidaktahuan rakyat pada umumnya, terutama ketika seorang individu dengan bijaksananya berbuat skeptis atas dasar kepentingan kelompok tertentu. Tapi bukankah skeptis itu tidak bijaksana?

Namun, mari kita kembali fokus pada argumen Socrates dan perkataannya tentang kejahatan tirani. Polus - guru retorika - berpendapat bahwa orang yang tidak adil (dalam hal ini, Arkhelaus, seorang raja dari Makedonia), meskipun melakukan sebah kejahatan, tapi dia beruntung. Meskipun melakukan tindakan yang tidak adil, tapi dia berhasil menjadi penguasa, sekali lagi, dia lebih beruntung, mengingat dia belum memenuhi tuntutan hukuman apapun. Socrates tidak setuju dengan gagasan ini, ia berpendapat bahwa”..among all wretched men, it is the unpunished that are truly unhappy..”. 

Polus menekankan pemahaman bahwa manusia harus peduli tentang kebahagiaan jiwanya. Hal ini berbeda dengan Socrates yang mengatakan bahwa seorang penjahat yang menerima koreksi atas kejahatannya akan jauh lebih bahagia daripada orang yang tidak menerima hukuman sama sekali.

Mari kita membawa alur pikir kembali ke masalah demokrasi. Penjahat yang melakukan kesalahan tanpa menerima hukuman apapun adalah orang yang paling celaka. 

Bagaimana jika, sebagai mayoritas, orang-orang memutuskan untuk melakukan tindakan keji, seperti aksi militer terhadap bangsa lain demi memenuhi sumber daya di negerinya sendiri adalah tindakan yang tidak bisa dibenarkan. Tindakan seperti itu akan mengakibatkan lebih banyak penderitaan daripada jika dia melakukan aksi militer terhadap bangsa lain. Juga pertimbangkan bahwa mayoritas masyarakat tidak akan menghakimi diri, karena mereka adalah orang-orang yang setuju untuk ambil bagian dalam tindakan tersebut.

Bahkan jika individu tersebut sebenarnya seorang tiran, kejahatan yang ditimbulkan hanya akan mencemari jiwanya sendiri; hasil dari proses demokrasi yang ternyata kemudian hari disadari bahwa itu merupakan suatu kesalahan, cenderung akan mencemari jiwa setiap orang yang turut ambil bagian dalam proses politik. Dalam Apology, Sokrates diadili dan dihukum mati oleh orang-orang Athena yang sebenarnya pemikiran mereka banyak dipengaruhi oleh Socrates –sang ahli retorika-. Seorang Socrates yang bijaksana dihukum mati oleh orang-orang yang salah memahami permaknaan dari kebijaksanaan yang telah diajarkan Socrates.

Unless the philosophers rule as kings or those now called kings and chiefs genuinely and adequately philosophize, and political power and philosophy coincide in the same place, while the many natures now making their way to either apart from the other are by necessity excluded, there is no rest from ills for the cities, my dear Glaucon, nor I think for human kind, nor will the regime we have now described in speech ever come forth from nature, insofar as possible, and see the light of the sun. (Republic 473d-e)

Seorang filsuf, Plato dan Socrates, adalah penguasa ideal bagi sebuah negara. Mereka merupakan manusia-manusia dengan tingkat pengetahuan tak terbantahkan yang prihatin dengan masyarakatnya dan hanya ingin memberikan apa yang terbaik baik masyarakatnya. Seorang ‘raja’ yang hanya peduli mengejar kebijaksanaan pasti akan lebih baik dari pecinta kekayaan, kekuasaan, atau status.

Sayangnya, kita hanya manusia, dan rentan terhadap banyak kejahatan dan kebohongan. Caranya adalah dengan mencegah adanya orang-orang yang membuat kebijakan di suatu bidang yang tidak dia kuasai.

Tapi bagaimana kita menakar hal yang benar? Mari kita cermati dialog berikut:
Socrates: tidak, Crito. Bagaimanapun harus jelas.
Crito: terlalu jelas, tampaknya. Tapi, sahabatku Socrates, kini dengarkanlah aku dan selamatkan dirimu sendiri. Sebab, jika engkau mati, itu bukan hanya musibah buatku; aku akan kehilangan seorang sahabat yang tak akan pernah bisa kutemukan lagi. Selain itu, banyak orang yang tidak benar-benar mengenal kamu dan aku akan mengira bahwa aku dapat menyelamatkan dirimu seandainya saja aku bersedia menebusmu, tetapi aku tidak inigin melakukan hal itu. Alangkah buruknya menganggap uang jauh lebih penting darpada seorang sahabat? Sebab, banyak orang yang tidak percaya bahwa kami sangat ingin menolongmu untuk pergi dari sini, tapi engkau menolak.
Socrates: Tapi, sahabatku Crito, mengapa kita terlalu memperhatikan jalan pikiran orang banyak? Sebab, kebanyakan orang berakal, yang pendapatnya lebih pantas untuk diperhatikan, akan berpikir bahwa segala sesuatu akan terjadi seperti apa yang seharusnya terjadi.
Crito: Tapi Socrates, engkau sendiri merasa perlu memerhatikan pendapat umum, karena musibah yang tengah kita hadapi saat ini membuktikan bahwa masyarakat mampu mencapai tujuannya, bukan dengan alat apapun, tapi dengan kejahatan yang sangat besar, jika orang mempunyai reputasi buruk dengannya.
Socrates: Crito, aku hanya berharap agar masayarakat berhasil mengerjakan kejahatan terbesar, sehingga mereka mungkin pula berhasil melakukan hal-hal yangterbaik. Setelah itu, semuanya akan menjadi baik. Namun, kini mereka tidak dapat melakukan keduanya, sebab mereka tidak mampu membuat yang bijak atau bodoh, teteapi mereka melakukan apa pun yang terjadi pada mereka.

Beragamnya kepercayaan terhadap apa yang benar dan apa yang salah dapat diakibatkan oleh perbedaan tingkat ilmu pengetahuan. Ketika dialog tersebut kita cermati, maka kita akan memiliki sebuah alasan untuk hanya mendengarkan orang bijak di antara kita, yaitu orang yang emiliki pengetahuan lebih dan berbicara adengan dasar ilmu pengetahuan yang kuat, atau boleh jadi, orang yang berbeda memilik sudut pandangnya sendiri yang terbatas tentang kebenaran. Masing-masing sudut pandang terdistorsi dengan caranya sendiri. Sebab, jika kebenaran hanya merupakan sensasi, dan tidak ada manusia yang dapat memahami perasaan orang lain untuk menentukan apakah pendapatnya benar atau salah. Maka, masing-masing orang dengan sendirinya menjadi satu-satunya hakim dan segala sesuatu yang diputuskannya itu benar, mengapa demikian?

karena manusia adalah ukuran segala sesuatu, ukuran segala sesuatu secara apa adanya, dan ukuran segala sesuatu yang bukan sebagaimana adanya. Kebenaran objektif tak lain hanyalah gagasan terbaik yang kita miliki mengenai cara menjelaskan apa yang tengah terjadi.

dan akhirnya kita mungkin tersadar bahwa relativisme kebenaran tanpa takaran ilmu pengetahuan juga telah menyetubuhi sistem demokrasi bangsa ini.

Jumat, 16 Maret 2012

Lukisan Kain Perca tentang Kebijakan Penyesuaian Harga BBM Tahun 2012



Across the country, people are willing to tighten their belts and sacrifice. The president should ask the oil industry to do the same... (John Salazar)

Entah mengapa malam itu setelah dua kilometer mendorong kuda besi tua yang kehabisan bensin dalam perjalanan sepulang kuliah malam dari kampus Salemba mengilhami saya untuk mengumpulkan potongan-potongan informasi seputar rencana Pemerintah melakukan pengendalian subsidi melalui kebijakan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) dan dengan segala keterbatasan otak dan akal yang terkadang tidak sinkron mencoba menuliskannya secara singkat.
.Tidak ada sebuah kebijakan Pemerintah yang memiliki kepekaan sosial politik sangat tinggi seperti kenaikan harga BBM. Bedanya kalau zaman Orde Baru dulu Pemerintah tidak ada kesan takut dan ragu-ragu untuk melakukannya. Sekarang bisa berbulan-bulan untuk mengkajinya sampai-sampai Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II diledek seperti ‘majelis taklim’ karena terlalu banyak (lama?) ‘mengkaji’ dan ‘mengkaji’, tapi seperti itulah kebijakan publik diambil, dengan mengutamakan prinsip kehati-hatian. Keputusan politik seperti itu memang harus didukung DPR-RI karena berada dalam format APBN. Namun ketegasan dan kecepatan mengambil keputusan sangat diperlukan karena masyarakat sedang dihadapkan pada fluktuasi perekonomian global dan khususnya harga minyak dunia yang begitu tajam. Pertaruhannya besar karena menyangkut APBN dan masyarakat tak mau kebangkrutan anggaran Pemerintah yang sekarang dialami negara-negara Eropa terjadi di negeri tercinta ini. Kenaikan harga BBM adalah sebuah keharusan kalau tidak negara makin terbebani dengan pembengkakan subsidi. Maklumlah ketegangan antara Iran dan AS serta negara negara Eropa memantik kenaikan harga minyak di pasar internasional. Harga minyak mentah Brent di London telah mencapai hingga US$ 122,9 per barel dan Pemerintah memastikan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada 1 April 2012.
Lalu hal lain apa yang mungkin menjadi dasar bagi Pemerintah dalam mengambil kebijakan pengendalian subsidi tersebut?. Seperti telah diketahui bahwa prospek pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan masih melemah, bahkan IMF dalam WEO Januari 2012 telah merevisi ke bawah pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2012 menjadi 3,3% dari sebelumnya 4,3% pada proyeksi September 2011. Sementara itu, World Bank juga merevisi ke bawah pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2012 menjadi 2,5% dari sebelumnya 3,6% pada proyeksi Juni 2011. Ekonomi negara-negara emerging  dan berkembang yang diharapkan menjadi mesin pertumbuhan dunia juga diperkirakan tumbuh lebih rendah dari perkiraan sebelumnya. World Bank dan IMF dalam WEO Januari 2012 telah merevisi ke bawah pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang tahun 2012 menjadi 5,4% dari sebelumnya 6,2% pada proyeksi Juni dan September 2011. Dengan melemahnya pertumbuhan ekonomi dunia, pencapaian sasaran pertumbuhan ekonomi 2012 memerlukan upaya yang keras dan konkret untuk memperkuat permintaan dalam negeri seperti daya beli masyarakat dan investasi.
Pada November 2011, International Energy Agency (IEA), sebuah lembaga yang mewakili konsumen energi terbesar dunia mengingatkan dalam ramalan tahunannya, bahwa harga minyak dunia dapat melesat menjadi US$150 per barrel jika dari sekarang hingga 2015 investasi minyak dan gas di Timur Tengah dan Afrika Utara tidak sampai 2/3 dari US$100 miliar per tahun seperti yang selayaknya. Seperti dilaporkan oleh The Wall Street Jorunal, IEA mengisyaratkan belum ada kepastian apakah investasi minyak dan gas sebesar yang diharapkan dapat terus berlangsung di kawasan, mengingat makin seringnya terjadi konflik dan ketidakstabilan politik di sana. Juga adanya keharusan meningkatkan belanja sosial dari Pemerintah-pemerintah bersangkutan serta meruaknya nasionalisme skeptis, dapat mengancam kelangsungan investasi minyak dan gas. Negara-negara di Timur Tengah dan Afrika Utara, menurut lembaga itu, harus menambah alokasi pendapatan mereka untuk belanja sosial sehingga menyebabkan berkurangnya investasi di minyak dan gas. Walau berbagai jenis produk baru minyak dari Amerika Utara sedang naik daun menggantikan minyak mentah Timur Tengah, IEA memperingatkan Barat masih akan sangat mengandalkan kebutuhan minyaknya pada negara-neagra Arab. Dan jika para penguasa di Baghdad dan Riyadh memutuskan pemotongan pengeluaran mereka pada eksplorasi minyak, sangat mungkin terjadi harga melesat ke US$150 per barel sesudah tahun 2015. Minyak dari Timur Tengah dan Afrika Utara, menurut IEA, masih yang termurah untuk didapatkan dan akan mencukupi lebih dari 90% jumlah tambahan yang dibutuhkan dunia hingga tahun 2035. Harga tertinggi minyak yang pernah terjadi adalah US$147 pada tahun 2008, ketika terjadi krisis global. Maka dapat dibayangkan bagaimana parahnya bila harga minyak mencapai US$150.
Pada awal tahun 2012, harga minyak mentah dunia terus mengalami trend naik yang dipicu oleh kondisi geopolitik, terutama di Timur Tengah. Selama tahun 2011, realisasi harga ICP rata-rata mencapai US$111,0 per barel, jauh di atas harga minyak yang tinggi di tahun 2008 rata-rata US$100,0 per barel. Selama bulan Januari-Februari 2012, realisasi rata-rata harga ICP telah mencapai US$119,0 per barel, sedangkan selama periode Desember 2011-Februari 2012 (sebagai basis perhitungan penerimaan Migas dan subsidi BBM) rata-rata harga ICP mencapai US$116 per barel. Dengan perkembangan tersebut, harga rata-rata ICP selama tahun 2012, dapat berkisar rata-rata sebesar US$100 -US$120 per barel atau pada titik berkisar US$105,0 – US$110,0 per barel.
Kenaikan ICP menyebabkan beban subsidi energi (BBM dan Listrik) akan meningkat tajam. Dalam APBN 2012, dengan asumsi rata-rata ICP US$90 dan kurs Rp8.800/US$1, beban subsidi BBM dianggarkan sebesar Rp123 triliun. Dengan rata-rata ICP tahun 2012 sebesar US$105per barel dan kurs Rp9.000/US$1, maka tanpa langkah-langkah pengendalian dan pembatasan (volume BBM akan mencapai 43 juta kiloliter), beban subsidi energi akan membengkak menjadi Rp191 triliun, atau naik Rp67,5 triliun dari target APBN 2012. Sementara itu, beban subsidi listrik akan membengkak sebesar Rp53,4 triliun, dari Rp45 triliun pada APBN 2012 menjadi Rp98,3 triliun. Dengan demikian beban subsidi energi akan meningkat  Rp 120,9 triliun. Tanpa langkah-langkah kebijakan pengendalian subsidi, defisit APBN 2012 akan membengkak sebesar Rp176 triliun, dari Rp124 triliun atau 1,53% terhadap PDB menjadi sekitar Rp300 triliun atau 3,6% terhadap PDB. Jika ditambah dengan total defisit APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota sebesar 0,5% dari PDB, maka total defisit APBN dan APBD menjadi 4,1% dari PDB. Hal ini berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang membatasi defisit APBN dan APBD maksimal 3,0% dari PDB meskipun demikian dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang APBN 2012 tidak membolehkan penyesuaian Harga BBM selama tahun 2012, oleh karena itu Pemerintah harus bergandengan tangan dengan DPR-RI untuk mencari solusi terbaik bagi permasalahan ini.
Peningkatan beban subsidi energi, baik subsidi BBM maupun subsidi listrik yang sangat besar, dengan implikasi pada pembengkakan defisit fiskal yang sangat tinggi hingga di atas 3% dari PDB tersebut akan meningkatkan risiko bagi perekonomian nasional. Secara garis besar risiko yang mungkin terjadi adalah:
·      Jika defisit dan beban subsidi tidak dapat dikendalikan dan dikelola secara baik akan meningkatkan risiko fiskal dan mengancam kesinambungan fiskal yang menjadi jangkar bagi kestabilan ekonomi nasional,.
·      Menurunkan kepercayaan para pelaku pasar terhadap pengelolaan (manajemen) ekonomi makro, akibat pengelolaan kebijakan fiskal yang tidak prudent. Hal ini terutama karena kesinambungan fiskal dan kesehatan APBN merupakan baromater utama yang dilihat para investor dan pelaku pasar dalam melakukan transaksi bisnis dan ekonomi serta berinvestasi di Indonesia.
·      Dengan meningkatnya risiko, maka minat berinvestasi di Indonesia akan melemah, dan sebagai implikasinya investasi termasuk investasi di bidang energi, seperti independent power producers menjadi tidak akan masuk.
·      Meningkatnya risiko investasi dan menurunnya confidence terhadap prospek perekonomian nasional akan menyebabkan terjadinya pelarian modal secara tiba-tiba (suddent reversal) obligasi negara atau meningkatnya aksi flight to quality.
Bila keempat hal di atas terjadi, maka multiplier efeknya bagi perekonomian Indonesia sudah dapat dibayangkan. 

Pengendalian subsidi merupakan suatu keharusan, ini bisa dilihat dari beberapa fenomena berikut:
·      Harga minyak dunia cenderung terus meningkat yang akan mengakibatkan beban subsidi akan cenderung membengkak, lebih-lebih perhitungan beban subsidi didasarkan pada harga
·      Sebagai dampak dari kenaikan harga minyak dunia, maka kenaikan harga ICP menyebabkan disparitas (perbedaan) harga keekonomian semakin jauh dari harga eceran BBM bersubsidi sehingga mendorong timbulnya pemborosan energi, penyelundupan, penyelewengan penggunaan BBM bersubsidi, dan praktek-praktek illegal lainnya.
·      Harga eceran BBM bersubsidi, baik premium maupun solar di Indonesia termurah di antara negara-negara Asean, bahkan masih jauh lebih murah jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga yang pendapatan per kapitanya masih di bawah pendapatan per kapita Indonesia. Banyak negara telah menyesuaikan harga BBM sejalan dengan kenaikan harga minyak dunia, sementara harga BBM di Indonesia jauh lebih rendah. Harga eceran premiun di Singapura pada bulan Januari 2012 mencapai Rp14.562 per liter naik dari Rp14.206 per liter; di Philipina naik dari Rp11.277 per liter (Juli 2011) menjadi Rp11.715 per liter (Januari 2012); Thailand naik dari Rp12.379 per liter (Juli 2011) menjadi Rp13.380 per liter (Januari 2012); Vietnam sudah mencapai Rp8.792 per liter (Juli 2011); dan Korea naik dari Rp15.477 per liter (Juli 2011) menjadi Rp11.715 per liter (Januari 2012). Sementara itu, Indonesia masih bertahan pada harga Rp4.500 per liter. Harga BBM per liter di Sri Lanka naik dari $1.01 (2010) menjadi $1.14 (2011) dan $1.25 (2012);  di India Harga BBM per liter naik dari $1.22 (2010) menjadi $1.48 (2011) dan $1.48 (2012); di Vietnam Harga BBM per liter naik dari $0.69 (2010) menjadi $1.03 (2011) dan $1.04 (2012); sedangkan di Thailand Harga BBM per liter naik dari $1.17 (2010) menjadi $1.76 (2011) dan $1.78 (2012).
·      Penikmat subsidi BBM banyak salah sasaran. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional, subsidi BBM banyak dinikmati oleh kelompok menengah ke atas (masyarakat berpendapatan tinggi). Konsumsi BBM motor rata rata 18.7 liter/bulan, sementara pemilik mobil 113.1 liter/bulan dari sini dapat dilihat bahwa subsidi BBM lebih banyak dinikmati pengendara mobil  yang hanya berjumlah 4,3% dari total Rumah Tangga Konsumsi. 

Berdasarkan perkembangan asumsi makro tahun 2012 serta struktur biaya BBM, maka dapat dihitung bahwa kenaikan harga ICP US$1 mengakibatkan subsidi bertambah sekitar Rp2,9 trilun, tambahan volume BBM jenis Premium 1 juta KL akan mengakibatkan penambahan subsidi sekitar Rp3,3 triliun dan tambahan volume BBM jenis Minyak Solar 1 juta KL akan mengakibatkan tambah subsidi sekitar Rp3,4 triliun.
Pemerintah mengatakan bahwa kebijakan pengendalian subsidi dimaksudkan untuk menata ulang kebijakan subsidi agar makin adil, tepat sasaran, dan akuntabel, salah satunya menyusun sistem seleksi yang ketat untuk menentukan sasaran penerima subsidi yang tepat dengan menggunakan basis data yang lebih valid.
Di lain pihak, Pemerintah telah mempersiapkan program kompensasi pengurangan subsidi energi sebesar Rp30,6 triliun yang dialokasikan untuk Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) yang diberikan kepada 18,5 juta RTS dan subsidi angkutan umum seperti penambahan PSO untuk angkutan umum (kelas Ekonomi Penumpang dan Barang) dan kompensasi terhadap kenaikan biaya tidak langsung angkutan umum perkotaan. Bahkan dalam RAPBN-P 2012 juga dilakukan penambahan dan perluasan subsidi pangan, dan pemberian subsidi siswa miskin.

Sebagai mahasiswa tidak ada larangan ikut meramaikan aksi demonstrasi terkait kebijakan Pemerintah melakukan penyesuaian harga bahan bakar minyak karena hal ini memperlihatkan seberapa besar mental dan kreatifitas bangsa Indonesia dalam menanggapi segala aspirasi yang berkembang di masyarakat, namun yang perlu diingat adalah aksi demonstrasi tersebut harus dibekali dengan pengetahuan yang cukup berdasarkan data dan fakta yang terjadi serta lebih mengutamakan kepentingan nasional. Tujuan memperoleh pengetahuan adalah memelihara karakter seseorang tetapi orang yang hanya mengejar pengetahuan sebagai tujuan akhir akan kehilangan makna pendidikan. Salah satu aksi yang dapat dilakukan adalah menyadarkan masyarakat untuk menghemat pemakaian energi yang tidak dapat diperbaharui (Unrenewable) dengan mendukung ketahanan energi nasional jangka panjang sehingga nantinya efek mikro yang dirasakan seperti mengurangi dampak perubahan lingkungan, dan mengurangi beban kemacetan lalulintas dapat terwujud, disamping efek makro yang mungkin tidak dirasakan secara langsung oleh masyarakat namun memegang peranan vital. Kebijakan terdahulu seperti melaksanakan program konversi BBM ke bahan bakar gas, konversi minyak tanah ke LPG 3 kg untuk daerah yang belum terkonversi, dan pemanfaatan energi alternatif seperti bahan bakar nabati sebaiknya terus dilakukan. Daripada dana APBN ‘dibakar’ salah sasaran maka akan lebih baik jika dialihkan ke belanja yang lebih produktif.

 
Setiap masalah yang terjadi merupakan satu batu pijakan untuk melangkah. Kita dapat keluar dari sumur yang terdalam dengan terus berjuang seperti sebuah perumpamaan tentang seekor keledai tua. Suatu hari keledai milik seorang petani jatuh ke dalam sumur. Hewan itu menangis memilukan sementara si petani memikirkan apa yang harus dilakukannya. Akhirnya, karena hewan itu sudah tua dan sumur juga perlu ditimbun karena berbahaya, maka tidak ada gunanya untuk menolong si keledai tua. Bersama para tetangganya, mereka mulai menyekop tanah ke dalam sumur. Pada mulanya, ketika si keledai menyadari apa yang sedang terjadi, ia meronta dan menangis penuh kengerian. Tetapi kemudian semua orang takjub, karena si keledai tua menjadi diam. Walaupun punggungnya terus ditimpa oleh tanah, si keledai tua mengguncang-guncangkan badannya untuk membuang tanah yang menimpa punggungnya lalu menaiki tanah itu.


Sumber:
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang APBN 2012,
Artikel: World Bank, IMF, International Energy Agency
Website: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, Badan Pusat Statistik, Bloomberg, Kompas, Media Indonesia, Republika, Investor Daily.

-pramuditya.kurniawan-